Semakin hari, terasa semakin berat. Namun bukan itu esensinya. Semakin hari, semakin menantang. Di setiap tantangan itu secara teori aku sadar, semua itu tak lebih hanyalah sebuah ujian bagi siapa saja yang ingin melalui kesuksesan. Ya, melalui, bukan mencapai, karena mencapai hanya akan berhenti, tapi tidak dengan melalui. Termasuk aku. 3 semester lamanya aku lalui dengan hasil kuliah yang cukup sangat memuaskan. Sebagai ukuran, sejak 3.71, 3.6, 3.8, secara akademis semua itu termasuk mimpiku yang sudah terwujud. Namun, tantangan lain datang ketika amanah sebagai pemimpin sebuah organisasi harus kuemban. Dan, tantangan baru itu entah terpengaruhi secara langsung atau tidak, kini aku mulai merasa bukan sebagai Advin “si otak penghafal”, seperti yang dikatakan salah satu temanku SMA dulu. Sekeras apapun aku coba untuk menghafal suatu materi, kini mulai mudah hilang saat coba diretensi. Itu kini. Paling tidak sejak tengah tahun ajaran baru ini.
Capek? Jelas sekali. Berikut reffrain dari sebuah lirik lagu yang kubuat:
Capek kumemang terlalu
Capek tiap hari
Capek sana-sini
Sedikit bait yang mampu menyiratkan lelahku mulai akhir tahun angkatan kedua ini. Aku sangat takut. Dua amanah sekaligus yang harus aku emban. Pertama, aku harus memenuhi janji kepada orang tuaku (yang aku janjikan sendiri di hati, kini aku tuliskan di sini), yakni tidak mengecewakan secara akademis. Masa laluku di Biologi cukup menjadi pelajaran. Amanah kedua, ya, dari organisasi. Sebagai “pemula” di dunia organisasi apalagi sebagai penyandang “simbol” kekuasaan teratas, mungkin, yakni ketua, cukup menyambukku keras. Semua itu tidak terlepas dari seorang aku, Muhammad Advin Hidayat yang sangat khas dengan: minimnya ketegasan (karena aku sangat loyal terhadap pekerjaan apapun, mungkin, apapun posisiku), kapasitas yang kurang sebagai pemimpin, dan ketidaklancaranku dalam menyampaikan argumen.
Pandanganku tentang masa depan tidaklah terlalu muluk. Cita-citaku adalah dosen, atau kalau tidak bank teller. Selebihnya jika aku ingin menciptakan sebuah warung makan. Dari kedua cita-cita besar itu (duniawi), aku selalu berorientasi dalam hal akademis. Jadi, IPK-lah jalan keluarku. Kuliah di PR tak mengobsesiku sedikitpun sebagai PRO. Aku hanya ingin belajar sedikit dari situ, yakni “citra diri”, selebihnya tentang cara efektif berbicara kepada publik. Aku bukanlah seorang kreatif, aku sangat menyadari itu. Kecuali di satu bidang saja, musik (lagu). Padahal PR sangat dituntut tentang hampir di segala bidang, bukan begitu?
Sebenarnya aku orang yang teramat sangat mudah menyerah. Namun aku berdoa tidak untuk yang ke sekian kali (lagi). Cukup di Biologi saja kemenyerahanku. Kini aku akan coba menanamkan dalam diri: hidup penuh tekanan agar bisa bergerak bebas, sekarang dan nanti. Kini aku memang berubah. Dari Advin yang dulu sejak SD-SMA adalah pasif, totally menjelma menjadi yang lain dari itu semua. Bimbing aku, arahkan aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar